Jumat, 10 Agustus 2012

TINJAUAN PUSTAKA
Pendidikan dan Pendidikan Seni Rupa
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerus, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan generasi penerus yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasiaonalnya (Subagyo, dkk, 2007: 1). Sementara itu menurut paham konvensional dalam (Sugandi, dkk, 2007: 6) pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai bantuan kepada anak didik terutama pada aspek moral atau budi pekerti. Dari kedua pengertian di atas penulis dapat mengartikan bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah maupun masyarakat sehingga kelangsungan generasi penerus dapat diperhatikan, dalam hal ini adalah peserta didik.
Beberapa pengertian pendidikan dalam Munib, dkk (2007: 32) sebagai berikut:
a.         Ki Hajar Dewantara menyatakan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.
b.        Crow and Crow menyatakan, bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupn sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.
c.         John Dewey dalam bukunya Democracy and Education menyebutkan, bahwa pendidikan adalah proses yang berupa pengajaran dan bimbingan, bukan paksaan, yang terjadi karena adanya interaksi dengan masyarakat.
d.        Dictionary of Education menyatakan, bahwa pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat orang itu hidup, proses sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga orang tersebut dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.
e.         Driyarkara menyatakan, bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah disebut mendidik. Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda.
f.         GBHN Tahun 1973 menyatakan, bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
g.        UUSPN No. 2 Tahun 1989 menyatakan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan / atau pelatihan bagi pernannya di masa yang datang.
h.        UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
i.          Daoed Joesoef menegaskan, bahwa pengertian pendidikan mengandung dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil / poduk. Yang dimaksud dengan proses adalah: proses bantuan, pertolongan, bimbingan, pengajaran, pelatihan. Sedangkan yang dimaksud dengan hasil / produk adalah: manusia dewasa, susila, bertanggungjawab, dan mandiri.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggungjawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.
Dalam Soegito, dkk ( 2007 : 10 ) sesuai dengan pasal 3 UU.No. 20 Tahun 2003, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Sesuai dengan apa yang telah tertuang dalam tujuan pendidikan nasional, pendidikan seni rupa diselenggarakan sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan tujuan tesebut. pendidikan seni rupa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional. Selain itu pembelajaran/pendidikan seni merupakan bagian integral pendidikan atau subsistem pendidikan.
Terkait dengan pandangan tentang pendidikan seni, Ismiyanto (2010) menyampaikan dua pandangan tentang pendidikan seni rupa dilihat dari pendekatannya yaitu yang pertama adalah pendidikan seni sebagai pendidikan ketrampilan. Pendidikan tersebut memiliki tujuan akhir yaitu siswa mampu menguasai salah satu ketrampilan di bidang seni. Sementara itu pandangan yang kedua adalah lebih mementingkan proses atau pengalaman belajarnya tentang berkesenian sebagai bagian dari pendidikan secara keseluruhan.
Dalam Ismiyanto (2010), pendekatan kedua pandangan tentang pendidikan seni tersebut dipengaruhi oleh paham yang berkembang dalam menyiasati atau mendekati dunia pendidikan seni, yaitu “seni dalam pendidikan” (Art in Education) dan “pendidikan melalui seni” (Education through Art). Pendekatan “seni dalam pendidikan” sejalan dengan pandangan bahwa pendidikan adalah proses enkulturasi (proses pembudayaan yang dilakukan dengan upaya mewariskan atau menanamkan nilai-nilai dari generasi tua kepada generasi berikutnya). Dengan demikian, pendekatan “seni dalam pendidikan” merupakan upaya pendidik dan institusi pendidikan dalam rangka mewariskan, mengembangkan, dan melestarikan berbagai jenis kesenian melalui sekolah. Penguasaan ketrampilan seni merupakan hal yang sangat penting, sehingga metode-metode mencontoh, latihan (drill), memola, dikte, dan penugasan merupakan kelaziman dalam kegiatan pembelajaran.
Kemudian yang kedua adalah pendekatan “pendidikan melalui seni”, bahwa seni seharusnya menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan, bukan untuk kepentingan seni itu sendiri. Dengan kata lain, peran pendidikan seni bukan sebagai upaya pengembangan dan pelestarian seni, tetapi sebagai media pengembangan kepribadian.
Tujuan dari diselenggarakannya pendidikan seni di sekolah diantaranya adalah untuk mengembangkan kreativitas dan sensitivitas peserta didik, meningkatkan kapasitas dan kualitas pengetahuan kesenian peserta didik, dan meningkatkan keterampilan peserta didik.

Karakter dan Budaya Bangsa
Karakter merupakan suatu kualitas pribadi yang bersifat unik yang menjadikan sikap atau perilaku seseorang yang satu berbeda dengan yang lain. Karakter, sikap, dan perilaku dalam praktek muncul secara bersama-sama. Sehingga sulit jika kita hanya akan melihat karakter saja tanpa munculnya sikap atau perilaku (http://bk3sjatim.org/?p=1178). Oleh karena itu berbicara tentang karakter tidak dapat dipisahkan dengan sikap atau perilaku, sebab karakter itu akan muncul ketika orang berinteraksi dengan orang lain atau makhluk cipataan Tuhan lainnya. Secara psikologis konsepnya adalah konsep individual. Jika kemudian hal tersebut menjadi suatu karakter bangsa maka perlu adanya acuan. Artinya dari konsep individual menjadi sebuah konsep kemasyarakatan dan lebih luas lagi yaitu bangsa, maka haruslah ada instrumen sebagai alat evaluasi yaitu kebudayaan. Secara ringkas kebudayaan berisi sistem nilai, norma dan kepercayaan. Budaya dikembangkan dan diamalkan oleh masyarsakat pengembangnya, sehingga anggota masyarakat dalam wilayah budaya tersebut memiliki kecenderungan yang sama dalam hal mengamalkan sistem nilai, norma dan kepercayaan mereka. Dengan demikian dalam konteks ini budaya dapat dianggap sebagai instrumen untuk melihat kencenderungan perilaku pengembangnya.
Dari kedua konsep di atas, maka dapat dikemukakan bahwa perilaku merupakan resultan dari berbagai aspek pribadi dan lingkungan. Jadi berbicara tentang karakter merupakan konsep psikologi dan kebudayaan.
Karakter itu bersifat dinamis, dapat berubah dari suatu periode waktu tertentu ke periode lainnya, walaupun tidak mudah. Sebagai salah satu contoh adalah, dulu sering dikatakan bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur yang mempunyai karakter sopan, santun, altruistik, ramah tamah, berperasaan halus dan lain-lain yang menggambarkan sebuah sikap atau perilaku yang mengindikasikan keluhuran budi pekerti. Bagaimanakah kondisi sekarang? Banyak yang meragukan bahwa karakter tersebut masih menjadi ikon Bangsa Indonesia.
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar. Menurut Koentjaraningrat (dalam Bastomi) asal katanya budaya dari bahasa Sansekerta budhayah. Kata ini bentuk jamak dari kata budh yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan berarti hal-hal yang berhubungan dengan akal dan budi yang merupakan buah usaha manusia. Sementara itu, Vogler (dalam Sedyawati, 2006:40) melihat sejarah kebudayaan atau kesenian sebagai suatu proses dalam satuan-satuan masyarakat yang monolitik. Masyarakat cenderung dilihatnya sebagai bercorak tunggal untuk satu masa dan satu wilayah. Perubahan gaya seni ditentukan oleh yang berkuasa dalam masyarakat, baik dalam bidang politik maupun agama.
Jika kini kita mau membangun karakter bangsa, persoalannya adalah karakter Bangsa Indonesia itu yang mana? Kalau karakternya orang Bali, Jawa, Madura, Sunda, Minang, Batak, Bugis, Ambon, Irian, dan lain-lain suku bangsa yang ada di Indonesia, mungkin sudah ada, tetapi kalau karakternya Bangsa Indonesia tampaknya belum jelas.
Bangsa Indonesia dapat dikatakan secara resmi terbentuk ketika para pemuda dari berbagai suku bangsa yang antara lain tersebut di atas pada tanggal 28 Oktober 1928 menyatakan sumpahnya yang kemudian dikenal dengan “Sumpah Pemuda”, mengakui berbangsa yang satu Bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia dan tanah air Indonesia. Jadi pada tahun 1928 secara fisik bangsa Indonesia sudah terbentuk. Namun secara psikologis, sosial budaya, ekonomi, dan lain-lain karakter bangsa belum mengkristal, lebih-lebih ketika kita hendak tetap menjaga kebinekaan kita.
Dulu, pada era orde baru dan orde lama diajarkan bahwa Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa. Jika hal ini kita pegang maka karakter bangsa Indonesia adalah Pancasilais. Karena merupakan sebuah kristal budaya maka karakter itu maka kelima sila tiu merupakan satu kersatuan, bukan satu-satu. Akan tetapi kini Pancasila meskipun secara yuridis formal masih diakui sebagai dasar negara, tetapi pamornya kalah dengan demokrasi. Karakter bangsa yang demokratis kini lebih mengedepan. Semestinya warna demokrasi di Indonesia mestinya berbeda dengan demokrasi di negara lain. Memang perbedaan itu dapat terlihat, setidaknya pelaksanaan demokrasi yang cederung berbau kekerasaan, pemaksaan, dan anarkhis.
Masalah lainnya, hampir semua karakter luhur itu bisa dimiliki oleh semua manusia di dunia tanpa melihat suku atau bangsa apa. Misalnya karakter altruistik mungkin saja tidak hanya menjadi ikon sebuah bangsa tetapi banyak bangsa-bangsa di dunia yang berkarakter demikian. Jadi sesungguhnya karakter itu hanya bersumber dari dua sifat khusus yaitu malaikat dan setan. Ada karakter kemalaikat-malaikatan dan kesetanan. Dapat ditambahkan dalam kondisi empirisnya campuran antara keduanya.

METODE PENULISAN
Pendekatan Penulisan
Penulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penulisan berupa uraian-uraian dari berbagai sumber dan analisa.

Sumber Data
Data-data yang digunakan pada penulisan ini adalah data-data yang didapat melalui kajian pustaka.

Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini sistematikanya terdiri dari halaman judul; berisi judul, nama penulis, dan nama universitas serta tahun. Pendahuluan; berisi latar belakang dan rumusan masalah. Telaah pustaka; berisi pendidikan dan pendidikan seni rupa, karakter dan budaya bangsa. Metode penulisan; berisi pendekatan penulisan, sumber data, sistematika penulisan. Analisis dan sintesis; berisi membangun karakter bangsa melalui pendidikan seni rupa. Penutup; berisi simpulan dan rekomendasi. Bagian terakhir adalah daftar pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar